Makalah Hukum Asuransi Dan Permasalahanya
HUKUM ASURANSI DAN PERMASALAHANYA
Oleh: Edi Susanto, M.Pd.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sehubungan dengan arus rnodernisasi dan perubahan sosial yangberkembang
saatini, tampakanya
berimbas tidakhanyapada polaberperilaku
manusia dengan alam kehidupannya
sehari-hari, tetapi
juga berpengaruh
terhadap pengamalan hukum Islam. Hal ini disebabkankarena
dinamika sosial terus berkembang,
sedangkan nash-nash hukum Islam terbatas dan sudah terputus dengan wafatnya Rasulullah SAW.AkibatnyaumatIslamterbagidalamduagolonganyangsaling
kontradiktif.
Satu pihak akan lebih merasa leluasa berbuat, karena ketiadaan nash itu dengan dalih persoalan baru tidak ada nashnya. Sedangkan pihak lain berpendapat, bahwa meskipun
persoalan baru tersebut tidak secara tersurat ditunjukkan hukumnya oleh nash,
tetapi berusaha untuk mencari posisi
persoalan tersebut dalam hukum-hukum Islam
melalui Ijtihad.
Mayoritas ulama menggunakan Ijtihad sebagai solusi dalam menyelesaikan hukum masalah yang tidak ada nashnya. Hal
ini dapar dilihat dari pengakuan mereka terhadap produk hukum Ijtihad sebagai hukum Yang bernuansa agama sebagaimana yang ditunjukkan oleh nash.[1][1]Salah satu persoalan hukurn yang tidak ada nashnya secara tersurat adalah Asuransi. Oleh sebab
itu, masalah asuransi dapat digolongkan sebagai
masalah Ijtihadiyah.
Berhubung karena masalah asuransi ini sangat luas dan
banyak bahasannya, maka dalam tulisan
ini hanya dibatasi pada pembahasan
tentang pengertian asurani dan hukumnya serta penyelesaian masalah yang
berkaitan dengan jama'ah haji Indonesia yang meninggal dalam pelaksanan ibadah
haji.
B.
Rumusan Masalah
Berangkat
dari latar belakang masalah di atas maka permasalahan yang dapat penulis
rumuskan adalah sebagai berikut :
1.
Apakah yang dimaksud dengan asuransi?
2. Bagaimanakah pandangan Islamtentang
hukumasuransi?
3. Bagaimanakah hukum asuransi bagi jama'ah
haji?
C . Tujuan Penulisan
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai
berikut :
1.
Untuk mengetahui pengertian asuransi
itu.
2.
Untuk mengetahui pandangan
Islamtentang hukumasuransi itu.
3. Untuk mengetahui
tentang hukum asuransi bagi
jama’ah haji itu.
D.
Sistematika Penulisan
Sistematika
penulisan makalah ini dibagi menjadi 3 bab, yaitu :
BAB
I PENDAHULUAN
Pendahuluan berisi uraian tentang latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II ASURANSI, HUKUM DAN
PERMASALAHANNYA
Asuransi,
hukum dan permasalahannya berisi uraian tentang pengertian
asuransi, pandangan Islam tentang hukum asuransi, dan hukum asuransi bagi
jama’ah haji.
BAB
III PENUTUP
Penutup
berisi tentang kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
Daftar
Pustaka berisi referensi penulis dalam
menyusun makalah ini.
BAB II
ASURANSI, HUKUM, DAN PERMASALAHANNYA
A. PENGERTIAN ASURANSI
1. Pengertian
Menurut Bahasa
Menurut bahasa, asuransi adalah pertanggungan (perjanjian
antara dua pihak, pihak yang satu membayar
iuran dan pihak yang lainberkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya
kepada pembayaran iuran, apabila terjadi sesuatu menimpa dirinya atau barang
miliknya).[2][2]
Dalam bahasa Arab, asuransi disebutTa’min, penanggung disebut Mu'ammin dan
tertanggung
disebut Mua’mman
Lahu atau Musta’min.[3][3]
2. Pengertian Menurut Istilah
Menurut istilah, asuransi adalah jaminan atau pertanggungan yang diberikan oleh penanggung kepadayang ditanggung untuk risiko kerugian
sebagaimana diterapkan dalam
polis (surat perjanjian)bilaterjadi
kebakaran, keracunan, kerusakan, kematianataukecelakaan lainnya dengan tertanggung membayar premi sebanyak yang ditentukan kepada penanggung tiap bulan.
Dalam pasal 246 KHUD (Kitab Undang-UndangHukumDagang)
disebutkan,
bahwa asuransi adalah suatu perjanjian, di mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan suatu
premi untuk rnemberi penggatian
kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan
dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu. Jadi, pasal 246 tersebut mengatakan
bahwa asuransi itu sebagai suatu perjanjian di mana penanggung dengan menikmati
suatu premi, mengikat dirinya terhadap tertanggung untuk membebaskan dari
kerugian yang akan diderita karena suatu kejadian yang tidak pasti.
Sedangkan dalam
UU No. 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian dikatakan bahwa, asuransi
adalah perjanjian antara dua pihak atau dengan pihak penanggung mengikatkan
diri kepada tertanggung, dengan menerima prerni asuransi untuk tertanggung
karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin ada di antara tertanggung
memberikan sesuatu pembayaran yang didasarkan atas rneninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan.
Pihak
penanggung atau penjamin adalah perusahaan asuransi. Jadi, dalam suatu
asuransi, terdapat perjanjian antara kedua belah pihak di mana pihak yang
dijamin diwajibkan membayar uang premi dalam masa tertentu, lalu pihak yang
dijamin akan membayar kerugian jika terjadi sesuatu pada diri si terjamin.
Setelah memperhatikan
beberapa definisi asuransi di atas, baik dari segi bahasa ataupun istilah dan
penjelasannya, maka dapat disimpulkan bahwa dalam satu perjanjian asuransi
minimal terlibat dua pihak. Pihak pertama sanggup akan menanggung atau menjamin bahwa pihak
lain mendapat penggantian dari suatu kerugian yang mungkin akan diderita,
sebagai akibat dari suatu peristiwa yang semula belum tentu akan terjadinya
atau belum dapat ditentukan saat akan terjadinya. Sebagai imbalan dalam
pertanggungan inilah pihak yang ditanggung diwajibkan mernbayar sejumlah uang
kepada pihak yang menanggun. Dari uang yang telah dibayarkan oleh pihak tertanggung ini akan tetap menjadi milik pihak yang
menanggung, apabila kemudian ternyata peristiwa yang dimaksud itu tidak
terjadi. Definisi atau pengertian asuransi yang telah disebutkan di atas, adalah merupakan
pengertian AsuransiKonvensional. Sedangkan pengertian asuransi
berdasarkan syari'ah adalah sebagai berikut."Asuransi Syari'ah
adalah usaha kerjasama saling melindungi dan tolong menolong, di antara
sejumlah orang dalam menghadapi sejumlah risiko melalui perjanjian yang sesuai
dengan syari'ah. (Al Ma'idah ayat 2 dan Al Nisa' ayat 9)".
Dari definisi tersebut nampak
bahwa asuransisyari'ah bersifat saling melindungi dan tolong
menolong disebut dengan Ta'awun, yaitu prinsip hidup saling melindungi dan tolong
menolong atas dasar Ukhuwah Islamiyah antara anggota peserta asuransi syari'ah
dalam menghadapi malapetaka (risiko). Oleh sebab itu, premi pada asuransi
syari'ah adalah sejumlah dana yang dibayarkan oleh peserta yang terdiri atas
dana tabungan, biaya, dan tabarru. Dana tabungan adalah dana titipan dari
peserta asuransi syari'ah dan akan mendapat alokasi bagi hasil (AlMudharabah) dari pendapatan investasi bersih yang diperoleh setiap
tahun. Dana tabungan serta alokasi bagi hasil akan dikembalikan/diserahkan
kepada para peserta apabila peserta yang bersangkutan mengajukan klaim, baik
klaim berupa tunai, maupun klaim manfaat asuransi, sedangkan tabarru adalah
derma/dana kebajikan yang diberikan oleh para peserta asuransi yang
sewaktu-waktu akan digunakan untuk membayar manfaat asuransi syari'ah bagi
peserta yang dana tabungannya belum mencukupi atau lebih kecil dari manfaat
asuransi yang semestinya diterima. Manfaat asuransi syari'ah adalah jumlah dana
yang dibayarkan perusahaan kepada pemegang polis (pihak yang mengadakan
perjanjian dengan perusahaan).
Dari beberapa
pengertian dan penjelasan yang telah dikemukakan, tampak bahwa pada asuransi
syari'ah dan asuransi konvensional terdapat berbagai perbedaan sebagai berikut.
1. Kepemilikan
Dana
Dana yang
terkumpul dari nasabah (premi) pada asuransi syari'ahmerupakan milik peserta, dan
perusahaan hanya pemegang amanah. Padaasuransi konvensional, dana yang terkurnpul pada nasabah (premi)menjadi
milik perusahaan. Perusahaan bebas untuk menentukaninvestasinya.
2. Investasi Dana
Pada asuransi
syari'ah, investasi dana berdasar syari'ah dengan sistem bagi hasil (mudbaraba). Pada asuransi
konvensional, investasi dana berdasarkan bunga.
3. Akad
Pada
dasarnya syaria’ah, akadnya atas dasar tolong menolong. Pada asuransi
konvensional, akadnya adalah akad perdagangan (tijary).
4. Pembayaran Klaim
Pada asuransisyari'ah,pembayaran
klaim di.ambil dari rekening tabarru(dana
sosial) seluruh peserta,
yang sejak awal
sudah diikhlaskan oleh peserta untuk keperluan tolong menolong bila terjadi musibah. Padaasuransi konvensional
pembayaran
klaimdiambil dari rekening dan
perusahaan.
5. Keuntungan
Pada asuransi syari'ah, keuntungan dibagi antara perusahaan dengan peserta(sesuaiprinsipbagi
hasil/mudharabah). Pada asuransi konvensional, keuntungan seluruhnya
milik perusahaan.
6. Dewan
Pengawas Syari’ah (DPS)
Pada asuransi syari'ah, ada Dewan Pengawas Syari'ah (DPS) yang berfungsi mengawasi
manajemen, produk, dan investasi
dana. Sedangkanpada
asuransi konvensionaltidak
ada Dewan Pengawas Syar’iah.
B.
Perdagangan Islam Tentang Hukum Asuransi
Para ahli fikih sepakat membolehkan asuransi gotong royong
dan solidaritas, yaitu asuransi tolong menolong ( اَلتَّأْمِيْنُالتَّبَادُلِيُّ) dan asuransi ( الإجْتِمَاعِيُّ .( اَلتَّأْمِيْنُHal ini mendorong
untuk menciptakan dan mengembangkan
gotong royong
dan solidaritas dalam masyarakat. Tetapi para ahlifikih berbeda pendapatmengenaihukum
asuransi dengan premi tetap. Ada
yang membolehkannya
dan ada pula yang mengharamkannya.
Pandangan mereka dapat
dilihatdengan
jelas dalam
pekan FikihIslam II - pekan IbnuTaimiyyah di
Damaskus tahun 1961, Muktamar II Lembaga ReseachIslam di Al Azhar Cairo, Mei 1965, Muktamar Internasional 1 Ekonomi di Mekah, Februari 1976, dan Muktamar Lembaga
Fikih Islam Organisasi
Islam (OKI),Desember
1985.
Asuransi gotong royong ( اَلتَّبَادُلِيُّ) dilaksanakan oleh
perhimpunangotong royong, melalui sumbangan (tabarru) kepada anggota
yang mengalami musibah dan bukan tukar-menukar. Orang yang memberikan sumbangan
pada suatu kelompok yang mempunyai ciri khas tertentu berhak memperoleh
sumbangantersebut
apabila ia mempunyai
ciri khasnya. Contohnya orang yang menyumbang kepada pelajar, berhak mendapat sumbangan
tersebut
apabila menjadi pelajar.
Begitu pula orang yang menyumbang kepada orang fakir, berhak mendapat sumbangan
tersebut apabila menjadi miskin.
Asuransi seperti
ini halal, karenatidak
mengandung
gharar (untung-untungan).
Itulah sebabnya asuransi tabaduly / ta’awuny disepakati oleh para ahli
fikih tentang kehalalannya. Sedangkan asuransi sosial ( الإجْتِمَاعِيُّ) adalah asuransi yang dilaksanakan oleh Negara atau lembaga
yang ditunjuk negara untuk mengasuransikan sebagian masyarakat, seperti buruh,
pengangguran, penderita sakit, orang miskin, dan lanjut usia.
Asuransi sosial hukumnyaboleh karena tidakmengandung gharar (untung-untungan), seperti pada jual beli (akad tukar-menukar). Asuransi sosial tidak termasuk akad tukar
menukar, karena status negara bukansebagai pemberi ganti ataspembayarandariorang
yang diasuransikan, danbukan pula sebagai untung, namun negara ikut bersaham dengan para buruh dan pemilik usaha dalam sebagian modal. Oleh scbab iru
asuransi sosial disepakati para ahli fikih atas kehalalannya. Adapun asuransi dengan
premi tetap ( اَلتَّأْمِيْنُبِقِسْطٍثَابِتٍ) yang dikenal juga dengan sebutan asuransi dagang ( اَلتَّأْمِيْنُالتِّجَارِيُّ), para ahli fikih
berpendapat bahwa dalam menentukan hukumnya, karena tujuannya untuk
dagang, yaitu untuk mengeruk keuntungan. Dalam praktiknya, seorang pemohon mengadakan perjanjian dengan salah satu
perseroan asuransi (sebagai penanggung) untuk memikul kerugian yang mungkin
menimpanya akibat suatu peristiwa yang semula belum tentuakan terjadi atau peristiwa kematian yang tidak diketahui
kapan akan terjadi, dengan ketentuan bahwa si penanggung akan mcnerima premi
berkala dari tertanggung. Oleh karena itu, persoalan ini dalam praktiknya
mencari keuntungan untuk dirinya maka ia disebut Al Ta'min Al Tijary, atau
asuransi yang bersifat perdagangan.
Asuransi
tersebut berbeda sifatnya dengan kedua asuransi sebelumnya. Dalam asuransi yang
bersifat dagang ini, sifatnya adalah tukar-menukar antara premi yang dibayar
oleh tertanggung dengan jumlah yang dijanjikan untuk dibayar oleh penanggung
akibat suatu peristiwa yang menimpa si tertanggung dan suatu waktu bisa terjadi
perbedaan yang amat rnenyolok antara premi yang dibayar dengan jumlah yang
harus dibayar oleh si penanggung.
Mengenai
hukumnya terdapat perbedaan pendapat. Sebagian ahli hukum Islam, di antaranya
Syaikh Muhammad Abu Zahrah, beliau berpandapat bahwa asuransi Tijary ini
hukumnya haram karena kontrak tersebut, adalah berupa perjanjian tukar-menukar
yang mengandung gharar (untung-untungan/ketidakpastian), di mana pihak
tertanggung tidak dapat memastikan berapa jumlah premi yang harus dibayar dan
masing-masing tidak dapat memastikan terjadi atau tidaknya atau kapan
terjadinya. Ketidakpastian/gharar seperti ini terjadi dalam suatu perjanjian
tukar-menukar, sebagian disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhary,
Muslim, Malik, Ahmad, Tirmidzy, al Nasai, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Al Daramy
dari Abi Hurairah sebagai berikut:
عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ (رواه كتب
الستة ) jنَهَى رَسُوْلُ الله
Artinya: Rasulullah SAW, melarang jual-beli hashah(lempar kerikil) dan jual beli gharar.
Abu Zahrah menggolongkan asuransi tijary ini ke
dalam kelompok akad yang terlarang karena
sifatnya merupakan untung-untungan,sehingga ia merupakan judi ( اَلْقِمَارُ) yang haram hukumnya. Dalam asuransi
tijary ini juga, tampak jelassifat tidak adilnya, karena dana (premi)yang terkumpul dari nasabah menjadi milik perusahaan dan
perusahaan bebas menentukan investasinya, tanpa memperhatikan halal dan haram
dalam usaha tersebut dan keuntungan seluruhnya menjadi milik perusahaan.
Sedangkan bagi nasabah sebagai pembayar premi, bila tidak terjadl klairn maka
ia tidak mendapatkan sesuatu dari dana/premi tersebut.
Adapun ulama
yang berpandapat bahwa asuransi termasuk segala macam bentuknya dan cara
operasi hukumnya haram, antara lain Wahbah Al Zuhaily, Yusuf Al Qardhawy, Said
Sabiq, Abdullah Al Qalqili, dan Bakhit Al Muthi'i.
Asuransi diharamkan karena beberapa alasan, yakni:
1.
Asuransi mengandung unsur perjudian yang dilarang dalam Islam (Al Baqarah:219 –
Al Maidah: 90),
Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan
judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa
manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya".
dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "yang
lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu supaya kamu berfikir. (Al Baqarah:219). Lihat juga Al Maidah:90.
2. Asuransi
mengandung ketidakpastian,
3. Asuransi mengandung unsur riba yang dilarang dalam
Islam (Al Baqarah:278),
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa Riba
(yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
4.Asuransi mengandung unsur eksploitasi yang bersifat menekan,
5. Asuransi termasuk jual beli atautukar-menukar mata uang yang
tidak secara tunai (Akad
Oardh),
dan
6.Asuransi
obyek bisnisnya
digantungkan pada hidup
dan matinya seseorang, yang berarti mendahului takdir Tuhan. Semua hal yang telah
disebutkan, hukumnya haram menurut Islam. Sedangkan ulama yang berpendapat bahwa asuransi hukumnya
halal dalam Islam, antara lain adalah Abdul Wahab Khallaf, Muhammad
Yusuf Musa, Abd
Rahman Isa, Musthafa Ahmad Zarqa, dan Muhammad Najatullah Al Shiddiqy. Alasan mereka membolehkan asuransi
adalah:
1.
Tidak ada ketetapan
nash Al Our'an maupun Hadits yang melarang asuransi.
2.Terdapat
kesepakatan kerelaan
dan keuntungan bagi kedua
belah pihak, baik
penanggung, maupun tertanggung.
3.
Kemaslahatan dari usaha asuransi lebih besar
dari madharatnya.
4. Asuransi merupakan
akad yang madharatnya dinafikan atas dasar profil loss sharing (untung-rugi).
5.Asuransi
ermasuk kategori koperasi (Syirkah ta’awuniyah)yang
dibolehkan dalam Islam.
6.
Bertujuan gotong royong dan solidaritas
antara orang-orang yang diasuransikan, Peranan orang yang diasuransikan hanya bergabung pada persetujuan gotong-royong yang terorganisir.
7. Tidak mengandung
gharar, karena
segala sesuatunya dapat diketahui dengan jelas.
8. Sesuai dengan kaidah:
اَلأصْلُ فِيْ الْعُقُوْدِ الإبَاحَةُ حَتَّى
يَدُلَّ الدَّلِيْلُ عَلَى تَحْرِيْمِهَا
Artinya:"Hukum segala sesuatu adalah boleh, kecuali ada
dalil yang mengharamkannya”.
(Dalam Asuransi tidak
ditemukan dalil yang menghararnkannya).
9.
Darurat dan sudah menjadi adat kebiasaan.
10. Akad asuransi
termasuk akad mudharabahatau semakna dengan itu.
11. Menganalogikan akad asuransi dengan hukum-hukum yang telah diakui dalam Islam, seperti Wadi'ah (titipan), sistem pensiun, dan lain-lain.
Dalil-dalil dan alasan-alasan yang
dikemukakan oleh ulama yang membolehkan
asuraransi tersebut di atas kurang mendapat dukungan dalam diskusi
tentang asuransi forum-forum internasional, karena dalil-dalil dan alasan-alasan mereka dianggap lemah.
Alasan
yang dikemukakan oleh golongan ulama yang membolehkanasuransi
ditolak oleh ulama yang mengharamkannya,
adalah sebagai berikut.
1.
Asuransi mewajibkan sesuatu
yang tidak diwajibkan,
karena tidak ada sebab syar'i yang bisa
dijadikan landasan bagi seseorang untuk diwajibkan membayar
ganti rugi, sebab ganti rugi dalam Islam
hanya dapat dilakukan
apabila disebabkan olehsikap permusuhan dan sikap sewenang-wenang.
2.
Sesuatu yang dipertanggungkan
bersifat spekulatif,
dalam arti suatu risikoseperti kebakaran, kecelakaan, kematian, dan lain-lain
tidak dapat diprediksi kejadiannya,
jikapihak penanggung dan tergantung dapat memastikan
kejadiannya maka boleh diberlakukan ganti rugi.
3. Asuransi tidak
dapat digolongkan ke dalam konsep Al Wadi'ah (titipan) yang dapar
dituntut ganti rugi, bila pemegang titipan lalai dalam kewajibannya karena dalam asuransi barang yang ditanggung tidak berada di tangan penanggung.
4.
Asuransi juga tidak dapat dikategorikan ke
dalam akad mudharabah(bagi hasil) karena
dua sebab, yakni:
a. Premi yang disetorkan menjadi milik perusahaan dan ia bebas
untuk menggunakannya dan peserta tidak akan mendapatkan
sesuatu jika tidak ditimpa kecelakaan atau kerugian.
b. Keuntunganyang
diberikan kepada nasabah (tergantung) sudah ditentukan nilainya. Hal
ini tidak sejalandengan
mudharabah, di manakeuntungan
harus dibagi
berdasarkan kesepakatan di antara perusahaan dannasabah.
5. Akad asuransi
mengandung gharar,oleh sebab itudilarang
oleh Rasulullah SAW dalam
haditsnya
berbunyi:
عَنْ بَيْعِ
الْغَرَرِ (رواه المسلم )
jنَهَى رَسُوْلُ
الله
Artinya: RasulullahSAW melarang jual beli gharar (tidak
jeias/tipuan) (H.R.Muslim).
Setelah memaparkan pendapat-pendapat para ulama tentang
hukum asuransi Tijary/dagang (konvensional),
nampak bahwa pendapat yang rajih (yang
kuat) adalah pendapat para ulama yang mengharamkan asuransi tijary/dagang
(konvensional) karena pendapat mereka ini ditopang oleh nash-nash Al Qur'an dan
Hadits serta argumen-argumen
yang kuat dan relevan dalam penerapan keadilan dan saling tolong menolong di antara penanggung
dan tertanggung.
C. Hukum Asuransi bagi Jamaa Haji
Dalam rangka pemberian perlindungan
terhadap jamaah haji, terutama bagi yang meninggal dunia, baik
sebelum wuquf atau sesudahnya maka salah satu solusi untuk menanggulangi risiko
yang menimpanya, adalah dengan mengasuransikannya melalui
asuransi jiwa.Pada uraian sebelumnya telah disebutkan bahwa mayoritas
ulama mengharamkan asuransi.Hanya
sedikitdari mereka yang menghalalkannya dan dalil mereka ini dianggap lemah, sebagaimana
disebutkan dalam hasil muktamar Lembaga Fikih Islam OKI yang diselenggarakan pada bulan Desember 1986. DR. Husen Hamid Hassan menyimpulkan,
bahwa semua penganalisis asuransi konvensional sependapat mengatakan bahwa akad asuransi
konvensional, adalah gharar dari segi hubungan antara
perusahaan asuransi dan orang yang
diasuransikan.
Sehubungan dengan pendapat mayoritas
ulama yang mengatakan, bahwa hukum asuransi (konvensional)
haram karena mengandung gharar(untung-untungan/tidak ada kepastian), maka hendaklah Depag RI mengasuransikan jamaah haji Indonesia lewat
asuransi-asuransi syariah yarg sudah ada di Indonesia secara bersama-sama. Asuransi
syariah merupakan sistem baru bagi dunia
asuransi yang bercirikan manajemen terbuka
dan bagi hasil. Segala bentuk biaya dan keuntungan dibicarakan
bersama
antara perusahaan dan peserta, karena dana yang masuk ke perusahaan adalah milik peserta. Peserta adalah
sebagai "Shahibu Al Mal”dan perusahaan
hanya sebagai pernegang amanah. Dalam kegiatannya, asuransi
syariah atas dasar syariah dengan sistem tolong-menolong dan bagi hasil bukan dengan
bunga. Oleh sebab itu, dana yang diserahkan peserta pada perusahaan ada tiga
macam, yaitu tabarru', tabungan dan biaya. Mengenai asuransi
syariah ini, sudah dijelaskan secara singkat uraian tentang pengertian asuransi
(konvensional) dan perbedaannya dengan
asuransi syariah.Jadi jamaah haji boleh diasuransikan dan dianjurkan
agar melalui asuransi yang sesuai dengan prinsip syari'ah. Wallahu A’alam.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah memaparkan pendapat-pendapat para ulama tentang
hukum asuransi Tijary/dagang (konvensional),
nampak bahwa pendapat yang rajih (yang
kuat) adalah pendapat para ulama yang mengharamkan asuransi tijary/dagang
(konvensional) karena pendapat mereka ini ditopang oleh nash-nash Al Qur'an dan
Hadits serta argumen-argumen
yang kuat dan relevan dalam penerapan keadilan dan saling tolong menolong di antara penanggung
dan tertanggung.
Oleh karena itu solusi terbaiknya
hendkalah kita semua khususnya umat Islam menggunakan Asuransi Syaria’ah karena
asuransisyari'ah bersifat saling melindungi dan tolong menolong disebut dengan Ta'awun,
yaitu prinsip hidup saling melindungi dan tolong menolong atas dasar
Ukhuwah Islamiyah antara anggota peserta asuransi syari'ah dalam menghadapi
malapetaka (risiko).
Sehubungan dengan pendapat mayoritas
ulama yang mengatakan, bahwa hukum asuransi (konvensional)
haram karena mengandung gharar(untung-untungan/tidak ada kepastian), maka hendaklah Depag RI mengasuransikan jamaah haji Indonesia lewat
asuransi-asuransi syariah yarg sudah ada di Indonesia secara bersama-sama.
A.
Saran
Demikianlah makalah ini
penulis buat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Masail Fiqhiyah pada
Jurusan Pendidikan Agama Islam semester VI. Apabila dalam penulisan makalah ini
terdapat kekurangan penulis meminta kepada pembaca umumnya dan khususnya kepada
bapak dosen mata kuliah M asail Fiqhiyah ini untuk memberikan saran dan
kritik yang membangun untuk makalah ini. Mudah-mudahan Allah SWT senantiasa
memberkahi kita semua. Amin ya Rabbal ‘Alamin.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama. Al-Qur'an dan Terjemahannya. 1989.
Semarang: Toha Putera.
Rasjid,
Sulaiman. Fiqih Islam. 2003. Bandung:
Sinar Baru Algensindo.
Tahido
Yanggo, Huzaimah. MasailFiqhiyah. 2009. Bandung: Angkasa
Mudjib,
Abdul. Kaidah-Kaidah Ilmu Fiqih. 2010. Jakarta: Kalam Mulia
Comments
Post a Comment