Makalah Murobahah (Masail Fiqiyah Muamalah)
MUROBAHAH
Oleh: Edi Susanto, M.Pd.
PENDAHULUAN
A
A. Latar Belakang
Dewasa ini lembaga
keuangan berlabel syariah berkembang dalam skala besar dengan menawarkan
produk-produknya yang beraneka ragam dengan istilah-istilah berbahasa
Arab. Banyak masyarakat yang masih
bingung dengan istilah-istilah tersebut dan masih ragu apakah benar semua
produk tersebut adalah benar-benar jauh dari pelanggaran syariat Islam ataukah
hanya rekayasa semata. Melihat banyaknya pertanyaan seputar ini maka dalam
makalah ini penulis akan membahas salah satu produk tersebut dalam konsep perbankan
syariah. Salah satu dari produk tersebut adalah Murabahah.
Murabahah adalah
salah satu dari bentuk akad jual beli yang telah banyak dikembangkan sebagai
sandaran pokok dalam pembiayaan modal kerja dan investasi dalam perbankan
syariah yang memiliki prospek keuntungan yang cukup menjanjikan. Karena
keuntungan yang menjanjikan itulah Sehingga semua atau hampir semua lembaga
keuangan syariah menjadikannya sebagai produk financing dalam pengembangan
modal mereka.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini
aan dibahas antara lain :
1.
Bagaimana konsep Murabahah?
2.
Aa landasan dari murobahah ?
3.
Bagaimana syarat dan rukun murobahah?
4.
Apa perbedaan hukum dan dalil lil ambil syiro ?
PEMBAHASAN
A. Konsep Murabahah
Secara linguistik,
murabahah berasal berarti kata ribh yang bermakna tumbuh dan berkembang dalam
perniagaan. Menjual barang secara Murabahah berarti menjual barang dengan
adanya tingkat keuntungan tertentu, misalnya mendapatkan keuntungan 1 dirham
atas harga pokok pembelian 10 dirham. Secara istilah terdapat devinisi yang
diberikan ulama diantaranya Ibnu Rusyd Al-Maliki mengatakan Murabahah adalah
jual beli komoditas dimana penjual memberikan informasi kepada pembeli tentang
harga pokok pembelian barang dan tingkat keuntungan yang diberikan. Dari devinisi
diatas disimpulkan bahwa Murabahah adalah jual beli dengan dasar adanya
informasi dari pihak penjual terkait dengan harga pokok pembelian dan tingkat
keuntungan yang diinginkan.
Murabahah
mencerminkan transaksi jual beli dimana harga jual merupakan akumulasi dari
biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk mendatangan obyek transaksi (harga
pokok pembelian) dengan tambahan keuntungan tertentu yang diinginkan penjual
(margin), dimana harga beli dan jumlah keuntungan yang diinginkan diketahui
ileh pembeli.
B. Landasan
Syariah Jual Beli Murabahah
Murabahah
merupakan akad jual beli yang diperbolehkan, hal ini berlandaskan atas
dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Qur’an,
Al-Hadits ataupun ijma ulama.
- Al-Qur’an
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka rela diantaramu” QS. An-Nisa (4:29). Ayat ini melarang segala bentuk
transaksi yang batil diantara transaksi yang dikategorikan yang batil adalah
yang mengandung bunga (riba) sebagaimana terdalpat dalam sistem kredit
konvensional. Berbeda dengan Murabahah, dalam akad ini tidak ditemukan unsur
bunga, namun hanya menggunakan margin. Disamping itu, ayat ini mewajibkan untuk
keabsahan setiap transaksi murabahah harus berdasarkan prinsip kesepakatan
antara pihak yang dituangkan dalam suatu perjanjian yang dijelaskan dan
dipahami segala hal yang menyangkut hak dan kewajiban masing-masing.
- Al-Hadits
Nabi bersabda: “ada tiga hal yang mengandung berkah, jual beli tidak
secara tunai, muqaradlah (murabahah) dan mencampur gamdum dengan jewawut untuk
keperluan rumah tangga bukan untuk dijual” Hadist riwayat Ibnu Majah merupakan dalil lain
dibolehkannya murabahah yang dilakukan secara tempo. Kedudukan hadits ini
lemah, namun demikian banyak ulama yang menggunakannya sebagai dalil sebagai
akad mudarabah atau jual beli tempo. Dengan pembiayaan murabahah yang dilakukan
secara tempo, dalam arti, nasabah diberi tenggang waktu untuk melakukan
pelunasan atas harga komoditas sesuai kesepakatan.
- Fatwa DSN MUI Murabahah
a.
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah
b.
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 10/DSN-MUI/IV/2000 tentang Wakalah
c.
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 13/DSN-MUI/IX/2000 tentang Uang Muka
Dalam Murabahah
d.
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 16/DSN-MUI/IX/2000 tentang Diskon
Dalam Murabahah
e.
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 23/DSN-MUI/III/2002 tentang Potongan
Pelunasan Dalam Murabahah
f.
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 46/DSN-MUI/II/2005 tentang Potongan
Tagihan Murabahah (Khashm Fi Al-Murabahah)
g.
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 47/DSN-MUI/II/2005 tentang
Penyelesaian Piutang Murabahah Bagi Nasabah Tidak Mampu Membayar
h.
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 48/DSN-MUI/II/2005 tentang Penjadwalan
Kembali Tagihan Murabahah
i.
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 49/DSN-MUI/II/2005 tentang Konversi
Akad Murabahah
C. Syarat dan Rukun Jual Beli Murabahah
Syarat jual beli
murabahah menurut al-kasani adalah sebagai berikut :
1.
Mengetahui harga pokok (harga beli), disyaratkan bahwa
harga beli harus diketahui oleh pembeli kedua, karena hal itu merupakan syarat
mutlak bagi keabsahan bai’
murabahah.
2.
Adanya kejelasan margin yang diinginkan penjual kedua,
keuntungan harus dijelaskan nominalnya kepada pembeli kedua atau dengan
menyebutkan presentase dari harga beli.
3.
Modal yang dgunakan untuk membeli objek transaksi
harus merupakan barang mitsli.
4.
Objek transaksi dan alat yang digunakan tidak boleh
berupa barang ribawi.
5.
Akad jual beli pertama harus sah adanya.
6.
Informasi yang wajib dan tidak diberitahukan dalam bai’ murabahah.
Menurut Jumhur
Ulama, rukun dan syarat yang terdapat dalam bai’ murabahah sama dengan rukun dan syarat yang terdapat
dalam jual beli, dan hal itu identik dengan rukun dan syarat yang harus ada
dalam akad. Menurut Hanfiyah, rukun yang terdapat dalam jual beli hanya satu
yaitu sighat (ijab qabul). Berbeda dengan jumhur ulama, rukun yang terdapat
dalam jual beli dijelaskan secara terperinci yaitu ‘aqid (orang yang bertransaksi), sighat (ijab qabul),
dan ma’qud ‘alaih (objek transaksi).
E. Murabahah Lil Amir Bis Syira’
Jual beli
murabahah lil amir bis syira’ merupakan
istilah yang relatif baru, dan diperkenalkan pertama kali oleh Sami Hamoud
dalam desertasinya berjudul ‘Tathwir al
A’mal al Masyrafiah Bima Yattafiq asy-Syariah
al Islamiyah’. Menurut beliau Murabahah Lil Amir bis
Syira’ adalah transaksi jual beli dimana seorang
nasabah datang kepada pihak bank untuk membelikan sebuah komoditas dengan
kriteria tertentu, dan ia berjanji akan membeli komoditas tersebut secara
murabahah, yakni sesuai dengan harga pokok pembelian ditambah dengan tingkat
keuntungan yang disepakati oleh kedua pihak, dan nasabah akan melakukan
pembayaran secara installment (cicilan berkala) sesuai dengan kemampuan finansial
yang dimiliki.
Dalil yang
mendukung keabsahan murabahah lil amir bis syira’ adalah sebagai berikut:
1.
hukum asal dalam muamalah adalah diperbolehkan
(mubah).
2.
Keumuman nash alquran dan Hadis menunjukkan kehalalan
segala bentuk jual beli, kecuali terdapat
dalil khusus yang melarangnya.
3.
Terdapat nash ulama fiqh yang mengakui keabsahan akad
ini, diantaranya pernyataan imam Syafi’i.
4.
Transaksi muamalah dibangun atas asas maslahat.
5.
Pendapat yang memperbolehkan bentuk murabahah ini
dimaksudkan untuk memudahkan persoalan hidup manusia.
Dalil yang
mendukung diharamkannya murabahah lil amir bis syira’ adalah sebagai berikut:
1.
murabahah lil amir bis syira’ diharamkan syara’, karena ia identik dengan menjual sesuatu yang tidak
dimiliki (bai’ maa laisa ‘indak).
2.
Akad murabahah ini batil karena ia merupakan bentuk
jual beli mu’allaq.
3.
Murabahah lil amir bis syira’ merupakan bentuk rekayasa atau khilah pinjaman dengan
basis riba.
4.
Bentuk murabahah ini identik dengan jual beli ‘inah.
5.
Jual beli ini masuk dalam kategori bai’ atain
fi bai’ah (dua transaksi dalam satu akad) dan
Rasulullah telah melarang transaksi ini.
F. Ba’i Muajjal (Bai’ Bitsaman Ajil)
Bai’ muajjal adalah jual beli komoditas, dimana pembayaran
atas harga jual dilakukan dengan tempo atau waktu tertentu diwaktu mendatang.
Bai’ muajjal akan sah jika waktu pembayaran
ditentukan secara pasti, seperti dengan menyebut periode waktu secara spesifik,
misalnya 2 atau 3 bulan mendatang. Jika pembayaran tidak ditentukan secara
spesifik maka akad jual beli batal adanya. Bai’ muajjal mendapat pengakuan dari syariah seperti
halnya akad jual beli, landasan syariah atas keabsahan bai’ muajjal sama dengan akad jual sebagaimana yang telah
dijelaskan. Bai’ muajjal ini merupakan refleksi jika jual
beli murabahah dilakukan secara cicilan atau angsuran dalam proses pembayaran
harga yang disepakati dalam kontrak jual beli.
BAB III
KESIMPULAN
Murabahah adalah
suatu jenis pembiayaan yang termasuk dalam kategori penjualan dengan pembayaran
tunda. Meskipun tidak didasarkan pada teks al-Quran dan Sunnah, namun dalam
kajian fiqh Islam jenis transaksi ini dapat dibenarkan. Bank-bank Islam telah
menggunakan kontrak murabahah dalam kativitas pembiayaan mereka dimana
barang-barang dilibatkan dan bank telah memperluas cakupan dan tingkat
penggunaannya. Pembiayaan semacam ini sekarang telah mencapai lebih dari tujuh
puluh lima persen pembiyaan bank Islam berkat kemampuannya untuk memberikan
keuntungan yang ditetapkan di muka dari investasi bank, sangat mirip dengan
keuntungan yang ditetapkan di muka pada bank-bank berbasis bunga.
Pembiayaan
murabahah dan harga kreditnya yang lebih tinggi jelas menunjukkan bahwa ada
nilai waktu dalam pembiayaan berbasis murabahah yang mendorong, meski secara
tidak langsung, kepada pengakuan nilai waktu pada uang. Gampang sekali
dilupakan bahwa mengakui nilai waktu pada uang secara logika menggiring kepada
pengakuan terhadap bunga. Dengan mengakui nilai waktu dalam transaksi-transaksi
murabahah dan kemudian penolakan hal yang sama dalam transaksi-transaksi
finansial, tampak sebagai sikap yang tidak konsisten dan tidak logis.
Bentuk khusus
kontrak keuangan yang sedang dikembangkan untuk menggantikan sistem bunga dan
transaksi keuangan adalah mekanisme bagi hasil merupakan core product bagi
bisnis syariah sebab bisnis syariah secara eklisit melarang penerapan tingkat
bunga pada semua transaksi keuangannya bentuk bisnis yang berdasarkan syariah
dapat dikembangkan dengan mengacu pada konsep syariah yaitu murabahah.
Murabahah sebagai
sebuah kegiatan kerjasama ekonomi antara dua pihak mempunyai bebrapa ketentuan
yang harus dipenuhi dalam rangka meningkat jalinan kerja sama dimana bank
membiayai pembelian yang diperlukan nasabah dengan sistem pembayaran
ditangguhkan. Pembiayaan murabahah ini mirip dengan kredit modal kerja pada
bank konvensional, karena itu jangka waktu pembiayaan tidak lebih dari satu
tahun dan seringnya untuk pembiayaan yang bersifat konsumtif seperti rumah,
tanah, toko, mobil, motor dan sebagainya.
Pembiayaan
murabahah merupakan jenis pembiayaan yang sering diaplikasikan dalam bank
syariah, yang pada umumnya diagunakan dalam transaksi jual beli barang
investasi dan barang-barang yang diperlukan oleh individu.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ismail. 2011. Perbankan Syariah. Jakarta:
Kencana.
2. Djuwaini, Dimyauddin. 2010. Pengantar Fiqh
Muamalah. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
3. http//: www.bi.org.id// Kodifikasi Produk
Perbankan Syariah
Comments
Post a Comment